BERITASIBER.COM | LAMONGAN – Komisi III DPR telah meneken usulan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Pakar Hukum Ilmu Pidana Unisla Lamongan Sebut RUKUHAP Harus Jelas Dalam Mengatur Legitimate Power Komponen-komponen Sistem Peradilan Pidana  

Usulan tersebut merupakan upaya untuk membentuk aturan pelaksana dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang akan berlaku pada 2 Januari 2026. Salah satunya dibahas tentang kewenangan penyidik.

Ayu Dian Ningtias SH, MH, seorang Pakar hukum Ilmu Pidana Universitas Islam Lamongan, menyatakan bahwa perlu dipahami dulu proses dalam sebuah system peradilan pidana (SPP) adalah mekanisme kerja yang digunakan untuk menangani tindak pidana.

SPP bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dengan menggunakan hukum pidana.

Dijelaskan Ayu, bahwa tahapan-tahapan dalam sistem peradilan pidana adalah: Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, Pemeriksaan di sidang pengadilan. Komponen-komponen dalam SPP adalah: Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga pemasyarakatan.

Polisi sebagai penyidik dalam proses penyidikan mempunyai tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakannya. Sehubungan dengan tugas dan kewajiban tersebut maka polisi mempunyai kewenangan sebagaimana sudah diatur dalam KUHAP juga diatur UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian juga diatur secara jelas tentang bagaimana manajemen penyidikan tindak pidana yang harus dilakukan oleh polisi sebagaimana diatur dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2012.

“Berbicara tentang kewenangan, Kewenangan adalah kekuasaan, namun kekuasaan tidak selalu berupa kewenangan. Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan,” jelasnya.

Artikel Rekomendasi
Halaman:
12
Reporter: BeritaSiber.com