Warga menuntut pertanggungjawaban hukum dan moral dari pihak PT Nafasindo jika terbukti limbah mereka mencemari Sungai Soraya. Kasih Angkat menegaskan bahwa sungai adalah sumber kehidupan warga, dan pencemaran seperti ini dapat berdampak luas terhadap kesehatan dan mata pencaharian masyarakat.
“Kalau rusak karena limbah, itu harus dipertanggungjawabkan. Kami minta keadilan dan perlindungan lingkungan dari pemerintah,” tambahnya.
Pihak DLHK Aceh Singkil menyatakan akan menindaklanjuti kasus ini secara hukum setelah hasil uji laboratorium keluar. Jika terbukti ada unsur pencemaran lingkungan, tindakan tegas akan diambil terhadap pihak yang bertanggung jawab.
“Kami masih menunggu hasil laboratorium. Jika ada unsur pidana lingkungan, proses hukum akan dijalankan sesuai peraturan yang berlaku,” kata seorang pejabat DLHK yang enggan disebutkan namanya.
Ironisnya, insiden pencemaran ini terjadi hanya dua hari setelah aksi demonstrasi yang digelar oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Aceh Singkil pada Kamis, 4 September 2025. Dalam aksinya di depan Gedung DPRK Aceh Singkil, massa menyoroti habisnya izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Nafasindo serta keberadaan kolam limbah yang dinilai melanggar aturan karena berada di sempadan sungai.
“Seharusnya, jika perusahaan sudah tidak berizin, aktivitasnya dihentikan. Tapi nyatanya, pencemaran masih terjadi,” tegas salah satu orator aksi.(Al).