BERITASIBER.COM | LAMONGAN – Dalam beberapa tahun terakhir, survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) menjadi instrumen penting untuk mengukur kinerja ekonomi domestik, terutama dalam konteks pemulihan pasca pandemi.
Penjualan eceran, yang merefleksikan konsumsi rumah tangga, berperan signifikan dalam menggerakkan roda ekonomi. Salah satu sektor yang sangat terkait dengan dinamika penjualan eceran adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
UMKM menyumbang lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan mempekerjakan sekitar 97% dari total tenaga kerja di Indonesia. Oleh karena itu, tren penjualan eceran tidak hanya mencerminkan daya beli masyarakat, tetapi juga menggambarkan sejauh mana UMKM dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan ekonomi.
Ketika penjualan eceran menunjukkan tren positif, terutama di sektor makanan, minuman, dan kebutuhan pokok, hal ini secara langsung menguntungkan UMKM yang banyak bergerak di sektor-sektor tersebut.
Banyak UMKM di Indonesia berfokus pada produksi dan distribusi barang-barang konsumsi sehari-hari, sehingga peningkatan daya beli konsumen membantu memperluas pasar mereka. Sebaliknya, penurunan penjualan eceran akan menekan pendapatan UMKM, yang cenderung lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi dibandingkan perusahaan besar.
Namun, UMKM juga menghadapi tantangan besar dalam menavigasi perubahan pola konsumsi, terutama akibat digitalisasi yang dipercepat oleh pandemi. Tren belanja online telah mendominasi sektor ritel, memaksa UMKM untuk beradaptasi dan mengadopsi teknologi digital agar tetap kompetitif.
UMKM yang berhasil bertransformasi ke platform digital cenderung lebih tangguh dalam menghadapi perlambatan ekonomi dan dapat meningkatkan volume penjualan melalui akses pasar yang lebih luas.
Di sisi lain, akses terhadap pembiayaan dan infrastruktur digital masih menjadi kendala bagi banyak UMKM, terutama di daerah-daerah terpencil.
Tim Redaksi